Ada cerita tentang
seseorang, sebutlah namanya Abu. Ia sedang mengikuti sebuah perlombaan lari
jarak jauh. Karena jarak jauh, jadi mungkin jumlah putaran yang harus ia tempuh
cukup banyak. Setelah 10 putaran, akhirnya Abu merasa ia sudah tidak
sanggup lagi berlari. Ia merasa
sudah sangat lelah dan tidak sanggup lagi. Ia memperlambat larinya
dengan nafas yang terengah-engah dan wajah yang nampak pucat dengan tujuan untuk sedikit beristirahat. Beberapa kawannya bahkan ada yang lebih dahulu berhenti berlari dan
menyerah karena sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan. Pada putaran ke 5,
sebetulnya Abu sudah merasa tidak sanggup lagi berlari, namun niat dalam
dirinya mendorongnya untuk menyelesaikan lomba tersebut sampai garis finish. Yang ada di dalam benak Abu adalah bukan masalah kalah atau
menang saja tetapi ini adalah masalah kekuatan mental
untuk bertahan (survive).
Sejauh mana ia
memahami dirinya dapat menyelesaikan perlombaan ini sampai titik akhir garis
finish.
Saya pun pernah
mengalami hal serupa. Ketika itu saya mengikuti perlombaan renang se Kabupaten
Karawang. Perlombaan tersebut adalah perlombaan renang antar SMA se-Karawang
dan saya dengan beberapa teman lain mewakili sekolah kami. Dalam perlombaan
tersebut memang saya tidak berhasil meraihi juara pertama, hanya juara 2 tetapi
ketika itu saya berusaha untuk tetap bertahan dan menyelesaikan perlombaan itu.
Ketika itu teman-teman saya yang lain sudah lebih dulu berhenti, menyerah
karena kelelahan dan saya menyadari mungkin saya tidak akan juara dan yang ada
di benak saya saat itu hanya satu yaitu menyelesaikan perlombaan sampai
selesai. Sama seperti Abu, yang terjadi pada diri saya saat itu adalah sejauh mana dapat meyakinkan diri saya
bahwa saya
mampu menyelesaikan tugas itu sampai batas akhir.
Hal ini ternyata juga
dialami oleh Daud saat itu. Ia juga menyadari bahwa dirinya sudah ada di ambang
batas kekuatannya. Ia sudah berada di batas maksimal dalam menjalani hidupnya
ketika ia menjalani pertempuran-pertempuran. Terlebih lagi musuh yang ia hadapi
bukanlah musuh yang sepele tetapi musuh yang cerdik, musuh yang juga hebat. Hal
ini benar-benar menguras segala kekuatannya, segala pikirannya. Sebagai manusia
ia juga merasakan yang namanya putus asa, pasrah terhadap keadaan dan
memutuskan untuk menyerah dengan keadaan itu. Daud juga merasakan bahwa tidak
ada lagi jalan keluar untuk persoalan yang ia hadapi. Sampai pada akhirnya ia
menemukan dan merasakan pertolongan tangan Tuhan dalam hidupnya dan Daud
bersyukur atas hal itu. Kemudian ia pun dapat bersukacita.
Hal itu lah yang lebih
kurang tergambar dalam bagian Mazmur yang kita baca dan renungkan hari ini.
Mazmur 30 ini merupakan mazmur yang isinya adalah sebuah nyanyian syukur,
ungkapan syukur sang pemazmur ketika ia boleh merasakan kelegaan, kelegaan yang
datangnya dari Tuhan. Ia bersyukur dan bersukacita karena Allah telah
memberikannya sebuah kelegaan atas pergumulannya. Awalnya ia mengungkapkan
betapa dahsyatnya dan betapa rumitnya, betapa sultnya masalah, bahkan betapa
menakutkannya masalah, pergumulan yang selama ini ia hadapi. Tentu kita ingat
salah satu Daud harus berhadapan dengan orang-orang Filistin yang mengancam dan
menyerang Betlehem sampai akhirnya Daud harus keluar dari istananya untuk
menyelamatkan diri. Ini adalah salah satu pergumulan, masalah yang pernah
dihadapai Daud. Tentu juga tidak hanya itu, masih banyak hal-hal lain,
cerita-cerita lain yang menceritakan pergumulan-pergumulan yang Daud hadapi.
Namun demikian, meskipun Daud mengalami dan menghadapi berbagai macam masalah,
tetapi toh pada akhirnya ia dapat bertahan dan dapat melalui semuanya itu.
Di dalam Mazmur inilah kita jumpai
ungkapan-ungkapan Daud yang mengisahkan pengalaman-pengalamannya di masa lalu
ketika Allah tidak meninggalkannya tetapi juga mengangkatnya dari sumur
kematian, lembah kekelaman yang sangat mengerikan. Daud dapat bertahan ketika
orang-orang lain tidak dapat bertahan. Tentu saja itu semua, kekuatan yang ia
dapatkan, ketahanan yang ia rasakan datangnya dari Tuhan yang senantiasa
memberikan kita kehidupan serta pertolongan kepada Daud dan tentu kepada setiap
orang yang percaya kepada-Nya.
Dengan keyakinan bahwa
Allah akan menuntun kita, Allah akan memberi kita harapan, Allah akan membuat
kita selalu dapat berdiri tegak maka kita pun dituntut untuk dapat bertahan
dalam keadaan-keadaan sulit dalam hidup kita. Hal ini yang ditunjukkan oleh
Daud kepada kita. Daud menunjukkan bahwa dengan keyakinan tadi kita harus
bertahan dan keluar dari persoalan. Ini juga yang hendak disampaikan kepada
kita semua yang ada di sini. Dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan
meninggalkan kita, kita dituntut untuk dapat bertahan akan persoalan yang kita
hadapai. Dengan demikian, kita pun kelak akan dapat pula mengungkapkan syukur
kita, sukacita kita yang besar kepada Allah, Tuhan kita.
Moncong pesawat
terbang, bagian paling depan pesawat
terbang itu terbuat dari apa? Ketika saya cari cari tahu di internet yang
menjelaskan bahwa ternyata bagian depannya itu terbuat dari bahan marmer. Ya,
marmer, tidak seperti bagian pesawat yang lain. di sumber yang saya dapatkan
digunakan marmer karena bagian depan pesawat itu, moncong pesawat itulah yang
pertama kali berbenturan keras dengan udara, apalagi dalam kecepatan yang
sangat tinggi. Oleh karena itu, karena moncong pesawat itu menjadi bagian
paling depan maka dibutuhkan kekuatan yang lebih. Karena itu lah dibutuhkan
bahan yang lebih kuat juga, seperti marmer. Bayangkan jika bukan marmer,
bayangkan jika bahan yang digunakan sama dengan bagian lain pesawat. Bisa saja
yang terjadi adalah pesawat tersebut justru oleng, tidak seimbang atau terjadi
hal-hal lain, tetapi yang pasti pesawat itu tidak sekokoh sekarang ini.
Hidup kita ini juga
sama seperti itu. Dibutuhkan modal yang kuat agar kita dapat bertahan hidup,
bertahan menghadapi masalah, pergumulan, persoalan yang datang silih berganti.
Salah satunya, yang paling mungkin paling sering kita jumpai dan alami adalah
sulitnya bertahan di dalam panggilan pelayanan kita. ketika kita menjadi
pelayan di gereja, ambil saja contoh ketika kita menjadi seorang pengajar
sekolah minggu. Tentu tidak setiap minggu berjalan lancar, tidak jarang dan
tidak sedikit kita menjumpai persoalan-persoalan yang membuat kita merasa lelah
dan tidak lagi mampu, tidak lagi sanggup untuk memenuhi panggilan sebagai guru
sekolah minggu. Atau sebagai majelis jemaat, tidak menutup kemungkinan kita
kadang merasa tak mampu, merasa beban ini terlalu berat untuk kita. panggilan
pelayanan ini ternyata sangat berat untuk dijalani. Perasaan untuk menyerah
kadang bisa muncul. Tentu saya yakin
guru sekolah minggu dan majelis jemaat di sini tidak begitu. Saya yakin guru
sekolah minggu dan majelis jemaat mempunyai kekuatan yang lebih sehingga mampu
bertahan menghadapi setiap persoalan yang muncul. Terlebih lagi, jemaat
Cimuning ini boleh dikatakan masih segar, masih on fire karena belum setahun diresmikan
menjadi jemaat mandiri. Semoga hal tersebut semangat tersebut dapat terus
berkobar sampai titik akhir nanti, entah kapan pun itu.
Tetapi saudaraku
terlepas dari itu, sebagai manusia yang terbatas, tentu kita akan mengalami
hal-hal seperti itu dalam dunia pelayanan kita. Kami sebagai mahasiswa teologi
juga pasti pernah merasa tak lagi mampu bertahan dengan tugas-tugas kampus yang
datang terus menerus dan harus dikerjakan, dengan kegiatan-kegiatan kampus
lain, belum lagi kegiatan pelayanan. Semua itu kadang membuat kita merasa ragu
akan kemampuan kita.
Meskipun demikian,
dibalik keyakinan saya akan keraguan yang kita miliki, saya punya keyakinan
yang jauh lebih besar daripada itu. Keyakinan itu adalah keyakinan bahwa Tuhan
akan memampukan kita untuk melewati semua itu. Sering kita dengar nasehat bahwa
Tuhan tidak akan memberikan umatnya beban melebihi kemampuan umatnya tersebut.
Saya percaya dan yakin akan hal itu. Buktinya saya mampu bertahan sampai
semester 8 di kampus ini. Dan saya pun akan yakin saya akan mampu menghadapi
tantangan, pergumulan studi saya ke depan sampai titik akhir nanti. Rekan-rekan
saya, kakak-kakak kelas saya yang saat ini sedang mengerjakan skripsinya tentu
bisa lebih merasakan.
Yang menjadi
perenungan kita bersama pada hari ini, Seberapa yakin kita, bahwa kita dapat
melewati semua persoalan hidup kita? seberapa yakin kita bahwa Allah, Tuhan
kita akan menolong kita untuk melewati semuanya itu?