Selasa, 15 November 2011

Memahami, bukan sekadar menaati


Lukas 10: 25-37

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita pasti tidak asing dengan kata menaati dan memahami. Kalau kita lihat dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata menaati itu berasal dari kata “taat” yang berarti patuh, tunduk atas apa yang diperintahkan. Sedangkan kata memahami punya kata dasar “paham” yang berarti mengerti benar akan sesuatu. Suatu ketika, saya pernah berpergian dengan menggunakan ojek motor dan di dalam perjalanan tersebut kami melewati sebuah perempatan jalan yang lampu lalu lintasnya sedang berwarna hijau. Seketika nyala lampu lalu lintas itu berganti menjadi warna kuning.
Andaikan kita sedang berkendara dan mau melewati perempatan, dari jauh lampu lalu lintas terlihat masih hijau. Tapi ketika kita sudah dekat tiba-tiba lampu berubah menjadi kuning, dan kemudian merah maka apa yang akan kita lakukan? kebanyak orang bukan berhenti tapi merasa nanggung dan malah menambah kecepatan berniat menerobos lampu merah. Ketika kita menerobos lampu merah, tanpa disadari dari arah berlawanan atau dari arah samping yang kebetulan lampu hijau juga langsung tancap gas. Akibatnya kecelakaan pun terjadi. Atau ketika melihat lampu kuning yang justru dilakukan oleh banyak orang adalah tancap gas lebih dalam agar terhindar dari lampu merah. Dan itu juga yang dilakukan oleh tukang ojek saya tadi. Ia dengan segera tancap gas agar terhindar dari lampu merah. Padahal, dengan lampu kuning itu kita sedang diperingatkan agar hati-hati, kurangi kecepatan.
Dari cerita tersebut kita lihat banyak orang tidak memahami betul maksud dari lampu kuning tadi.


Tidak memahami sesuatu dengan benar juga dapat kita lihat dalam diri ahli Taurat yang diceritakan dalam kisah ini. Sebagai ahli Taurat ia pasti tahu betul apa yang tertulis di dalam hukum Taurat. Dan sebagai ahli Taurat juga ia tentu sangat menaati atau setidaknya berusaha untuk menaatinya. Namun demikian, yang menjadi masalah adalah sejauh mana mereka memahami hukum Taurat yang mereka taati itu? Apakah mereka memahami benar apa yang mereka jalankan itu?

Dalam hal ini, terlihat bahwa ahli Taurat tersebut tidak memahami betul siapakah sesungguhnya yang menjadi sesama bagi mereka. Yang mereka tahu tentang siapakah sesama mereka hanyalah sebatas orang-orang yang sebangsa dengan mereka yaitu hanya terbatas orang-orang Yahudi saja. Hal ini lah yang kemudian hendak diperbaharui oleh Yesus. Yesus ingin memberikan pemahaman yang benar kepada mereka mengenai siapa sesama mereka. Dan dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati ini dapat disimpulkan bahwa orang Samaria yang saat itu bermusuhan dengan orang Yahudi pun menjadi sesama bagi mereka. Pemahaman inilah yang hendak disampaikan oleh Yesus kepada mereka, khususnya ahli Taurat itu.

Yang diinginkan oleh Yesus adalah para ahli-ahli Taurat dan orang-orang saat itu dapat memahami dengan baik dan benar siapa sesama mereka. Yesus ingin ketika mereka menjalani dan melaksanakan hukum Taurat, mereka tidak sekadar menaati saja hukum Taurat tetapi juga memahami makna dari apa yang mereka taati itu.
Sebagaimana ahli Taurat tadi, begitu juga dengan kita, Yesus ingin dengan cara inilah orang-orang percaya mengimani Tuhannya. Iman yang tidak hanya menaati Hukum Taurat atau Firman Tuhan tetapi iman yang juga memahami isi Firman Tuhan tersebut dengan baik dan benar. Karena jika hanya menaati saja tanpa memahami, apa kita lakukan dan kita perbuat hanya menjadi perbuatan yang tanpa makna, tanpa arti. Jika seseorang rajin datang di beribadah baik di kapel ini atau di gereja tapi ia tidak memahami untuk apa ia beribadah, percuma saja, bukan….

Seorang psikolog dan sekaligus Teolog bernama James Fowler menguraikan 6 tahap perkembangan iman dari awal sampai akhir hidup seseorang. Pada tahapan yang pertama iman seorang anak hanya berdasarkan cerita orang dewasa. Apa yang mereka lakukan juga hanya berdasarkan apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh orang tua dan belum bisa memahami apa yang dikerjakan.
Apakah kita ingin selalu memiliki iman yang seperti itu? Hanya menaati tanpa memahami. Yesus pun tidak ingin kita hanya sekadar menaati, tetapi Ia ingin kita dapat memahami Firman Tuhan sehingga apa yang kita perbuat memiliki makna.

Sebagai seorang yang mengaku percaya kepada Kristus, kita juga dituntut untuk tidak hanya menaati firman Tuhan tetapi juga memahaminya dengan baik agar di dalam keseharian kita, di kampus, di keluarga, di gereja, di masyarakat dan di mana pun kita berada, kita menjadi pelaku firman Tuhan yang sejati. Dan kita pun tidak seperti para ahli-ahli Taurat yang hanya menaati hukum Taurat tetapi tidak memahaminya dengan baik dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar